PLTS : Daya dan Energi

Masih melanjutkan tulisan terdahulu terkait PLTS, kali ini tulisan ini lebih mengkhususkan pada daya dan energi pada sistem PLTS (Photovoltaic). seperti yang telah saya sampaikan di tulisan sebelumnya bahwa PLTS adalah salah satu pembangkit non-konvensional yang mana agak berbeda dengan pembangkit konvensional lainnya. Salah satu hal yang sering kali salah persepsi dalam PLTS ini adalah terkait daya dan energi yang dihasilkan.

1. Irradiance

System Photovoltaic sangat bergantung pada sinar matahari untuk bisa menghasilkan listrik, artinya sistem ini hanya bisa menghasilkan listrik pada pagi-sore hari saja, malam tidak menghasilkan listrik. besarnya daya listrik yang dihasilkan pun bergantung pada tingkat irradiasi matahari, semakin besar nilai irradiasinya, semakin besar pula daya yang bisa dihasilkan.

solar irradiance

Grafik di atas menampilkan gambaran nilai irradiasi matahari dalam sehari. dapat kita lihat bahwa nilai irradiasi berada di puncak sekitar jam 11 – 13 dengan nilai irradiasi sekitar 1000 W/m2. Dalam kondisi real dimana kondisi cuaca berawan, nilai irradiasi bisa sangat berfluktuatif.

solar irradiance1

Grafik di atas merupakan grafik monitoring irradiasi di suatu lokasi di salah satu pulau di NTT. bisa terlihat pada grafik tersebut, besarnya nilai irradiasi sangat berfluktuatif, hal ini dikarenakan kondisi berawan yang menutupi jalannya sinar matahari. Lalu apa pengaruhnya terhadap sistem PLTS?

Ambil contoh PLTS berkapasitas 100 kWp. Sering kali saya ditanya,

“Kenapa ini dayanya cuma xx kW (di bawah 100 kW), padahal kan kapasitasnya 100 kW?”

Kapasitas 100 kWp artinya pembangkit tersebut terdiri dari beberapa modul (PV array) yang dapat menghasilkan listrik dengan daya maksimum 100 kW pada kondisi STC, dimana kondisi STC adalah kondisi saat irradiasi 1000 W/m2, dan temperature 25 oC. Nah dari grafik kita bisa tau bahwa daya 100 kW tersebut hanya terjadi di sekitar jam 11 -13 sedangkan di luar waktu tersebut daya yang dihasilkan akan lebih rendah. Pada jam 8 pagi, mungkin daya listrik yang dihasilkan hanya 30 kW, 3 siang daya listrik yang dihasilkan sekitar 50 kW. Bagaimana saat irradiasinya di atas 1000 W/m2? tentu saja dayanya akan bisa lebih dari 100 kW dalam kasus ini. 

Untuk mendapatkan nilai irradiasi yang optimum, solar module harus dihadapkan ke arah matahari. bila lokasi pemasangan berada di lintang selatan, solar module harus dihadapkan (dimiringkan) menghadap ke arah utara dan sebaliknya (lintang utara –> menghadap ke selatan). kemiringan solar module disesuaikan dengan lokasi pemasangan. semakin dekat dengan khatulistiwa, semakin kecil sudut kemiringannya, semakin jauh, semakin besar pula kemiringannya. Oleh karena itu, jangan heran bila di eropa sana solar module dipasang sangat miring sedangkan di Indonesia cenderung hampir datar. Di eropa pemasangan solar module terkadang menggunakan support (penyangga) yang bisa mengikuti pergerakan matahari agar irradiasi yang didapat selalu optimal. Kenapa di Indonesia engga? karena lokasinya berbeda, perhitungannya pun berbeda, Indonesia yang berada di khatulistiwa lebih cocok menggunakan support module (penyangga) yang fixed (diam) karena lebih effisien.

b. temperature solar module

Berbeda halnya dengan irradiasi, temperature yang semakin tinggi justru menurunkan daya listrik yang dihasilkan Photovoltaic, seperti terlihat pada grafik di bawah ini.

grafik

Umumnya, dalam kondisi cerah dan panas (daerah khatulistiwa), temperature photovoltaic bisa mencapai 40-50 oC dan bukan hal yang mustahil temperaturenya bisa lebih tinggi dari itu. Losses (penurunan daya) akibat temperature ini bisa mencapai 5-12%.

c. MPPT

Masih pada grafik yang sama, grafik tersebut merupakan kurva karakteristik daya-tegangan pada photovoltaic. daya pada suatu photovoltaic bisa berubah tergantung pada tegangan berapa dia dioperasikan, untuk mendapatkan daya puncak (maksimum) dibutuhkan controller dengan teknologi MPPT (Maximum Power Point Tracker). Bila pada suatu kondisi PLTS 100 kWp dengan irradiasi 1000 W/m2 dan temperature 25 oC namun daya listrik yang dihasilkan jauh lebih kecil dari 100 kW, sebagai contoh 50 kW, bisa jadi controller yang digunakan bukan MPPT atau tidak mengoperasikan photovoltaic pada kondisi optimalnya.

d. Losses

Selain daripada irradiasi, temperature, dan MPPT yang mempengaruhi daya pada photovoltaic (solar modul), dalam sistem PLTS dimana merupakan suatu gabungan beberapa photovoltaic (PV array), ada faktor lain yang mempengaruhi daya keluaran sistem seperti losses pada kabel, missmatch losses, controller/inverter losses, debu, dll (sory agak lupa dll nya).

Dalam suatu instalasi, losses pada kabel tidak bisa dihindari. pemilihan jenis kabel yang salah dan instalasi kabel yang tidak benar (tidak rapih) bisa memperbesar losses pada sistem. missmatch losses adalah losses yang timbul akibat adanya perbedaan karakteristik atau kondisi pada beberapa photovoltaic.

Controller/inverter merupakan komponen lain pada sistem PLTS yang mana jenis dan pemakaiannya berbeda-beda sesuai dengan jenis sistem PLTS yang dibuat. effisiensi inverter yang ada di pasaran saat ini berada di kisaran 93% – 98%. jenis grid inverter khususnya yang tanpa trafo (transformerless) memiliki effisiensi > 96 % (umum di pasaran), sedangkan tipe inverter Off Grid (with trafo) memiliki effisiensi >93 % (umum di pasaran).

Dalam salah satu e-book yang pernah saya baca (sorry, lupa judul dan pengarangnya), effisiensi sistem PLTS berada di kisaran 80%.

Energi

Energi yang dihasilkan oleh sistem PLTS dapat diperkirakan dengan mengetahui nilai irradiasi (irradiation, kWh/m2) dalam satu hari. nilai ini tentunya berubah-ubah setiap harinya, namun kita bisa memprediksi nilai tersebut dari data yang telah diperoleh oleh suatu lembaga khusus, seperti Data Meteorologi NASA. data-data tersebut bisa didapat melalui web ataupun software perancangan PLTS yang yelah telah menyediakan fasilitas tersebut. data diperoleh dengan memasukan titik koordinat lokasi tempat pemasangan PLTS.

Untuk Indonesia sendiri yang berada di daerah khatulistiwa, memiliki nilai irradiasi yang tinggi dengan  kisaran 3,5 – 6 kWh/m2. Dari data tersebut kita bisa mendapatkan nilai ESH (Equal Sun Hours). simpelnya, suatu daerah dengan irradiasi rata-rata 4,8 kWh/m2, ESH-nya adalah 4,8 jam. Sehingga energi yang dihasilkan adalah :

Energi = Kapasitas Pembangkit x ESH x Effisiensi sistem.

Beberapa orang ahli yang saya temui lebih mensimpelkan lagi perhitungan tersebut untuk perhitungan kasar (awal) dalam memprediksi energi yang dihasilkan PLTS yaitu :

Energi = Kapasitas pembangkit x 4 Jam

4 jam merupakan asumsi nilai ESH x effisiensi sistem yang tentunya lebih cocok diterapkan di Indonesia yang memang sebagian besar daerahnya memiliki irradiasi > 4 kWh/m2.

Singkat cerita, bila saya membangun PLTS berkapasitas 100 kWp, perkiraan energi listrik yang bisa dihasilkan oleh sistem dalam satu hari adalah : 100 kWp x 4 jam = 400 kWh.

Contoh kasus

Suatu perusahaan ingin menggunakan solar module sebagai sumber energi untuk penerangan lampu jalan (PJU) miliknya. PJU tersebut menggunakan lampu dengan kapasitas 80 Watt yang menyala selama 12 jam dari jam 06.00 pm – 06.00 am. Berapa kapasitas modul surya yang harus dipasang?

Beban : 80 Watt x 12 jam = 960 Wh

Kapasitas modul : 960 Wh / 4 jam = 240 Wp

Simpel kan? namun setiap pendesain sistem biasanya memiliki pertimbangan sendiri, seperti :

Beban : 80 x 12 jam x 1,2 = 1152 Wh (nilai 1,2 merupakan pertimbangan losses/effisiesi)

Kapasitas modul : 1152 / 3,5 jam = 330 Wp

(nilai 3,5 jam dengan pertimbangan PJU yang berada di kota/dekat dengan bangunan mendapati shading/bayangan yang menurunkan nilai irradiasi).

* dalam kasus PJU selain solar modul dibutuhkan pula baterai dan charge controller, untuk perhitungannya kapan-kapan saja ya, klo lagi mood nulis, hehe..

Segitu saja dulu sedikit sharing saya terkait PLTS, maap bila ada yang keliru silahkan crosscheck dengan sumber lainnya.

Sumber :

beberapa e-book yang saya baca dan lupa judul dan pengarangnya, nanya mbah google, dokumen teknis buatan senior di kantor, dan pengalaman pribadi.

22 thoughts on “PLTS : Daya dan Energi

  1. Halo Kharis,
    mau ngasi dikiiiitt saran, Si postnya dikasi tag yang super duper banyak.. dan akan digoogle orang sebagai search term. misal:
    1. cara menghitung energi PLTS
    2. cara mencapai nilai irradiasi yang optimum
    bla bla bla aku gak ngerti sebenarnya ris >>__<<

    hehe. cuma saran. Semangat!!

      • Sudah lihat 8 YT dan baca 8 artkel , tapi krn terkontaminasi iklan sales plts jadi bingung , baru ngeh setelah baca artikel ini , hwarakadah balik modal pokoknya saja 12 th . Hitungan tanpa storage harga invest 1kwp rp 15 – 20 jt , listrik dibeli pln dg harga sama rp 1144. Cocoknya untuk perusahaan2 yg memang biasa bermodal investasi jangka panjang
        Tq kpd masbro penulis GBU

      • Sudah lihat 8 YT dan baca 8 artkel , tapi krn terkontaminasi iklan sales plts jadi bingung , baru ngeh setelah baca artikel ini , hwarakadah balik modal pokoknya saja 12 th . Hitungan tanpa storage harga invest 1kwp rp 15 – 20 jt , listrik dibeli pln dg harga sama rp 1144. Cocoknya untuk perusahaan2 yg memang biasa bermodal investasi jangka panjang
        Tq kpd masbro penulis GBU

  2. Pingback: Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) – materidantugaskuliah

  3. saya lagi belajar2 solar panel untuk kebutuhan sendiri
    yang belom pernah terjawab ke saya itu
    100wp itu bergantung ke voltase gak?

    asumsi panel 250wp – 48v
    apa berarti nilai wattnya sama di 220v?
    kalau gak gimana konversinya

    • tambahan :

      alasan dari pertanyaan di atas karena saya diskusi dengan “tukang solar panel” sekitar sini gak terlalu jelas menjawabnya, entah saya yang bodoh atau mereka yang sebenernya gak terlalu ngerti juga.

      saya punya kebutuhan max 126.000watt per hari, perlu hitungan untuk tau butuh berapa m2 untuk pasang panel 250wp – 48v

      btw, nice post

      • kebutuhan daya 126 kW? atau kebutuhan energi 126 kWh/hari?
        Kalau kebutuhan energi 126 kWh/hari,
        – asumsi ESH = 4 jam
        – effisiensi system 70%
        – kebutuhan solar panel minimum : 126 /(4 x 0,7) = 45 kWp
        – jumlah solar panel : 45 kWp / 250 Wp = 180 solar panel @250 Wp
        – kebutuhan lahan (jika dipasang ground mounted) = 45 kWp x 15 m2 = 675 m2 (hitungan kasar)
        – kebutuhan lahan (jika dipasang roof mounted) = 45 kWp x 8 m2 = 360 m2 (hitungan kasar)
        untuk peralatan lainnya tergantung system yg ingin dipakai apakah on grid atau off grid karena peralatan utamanya berbeda.

        Semoga membantu.

    • Setiap Solar panel punya karakteristik tersendiri (bisa dilihat di belakang panel atau di brosur). karakter solar panel terdiri dari Voc (tegangan open circuit), Vmp (tegangan pada saat max power), Isc (Arus short circuit), dan Imp (arus saat max power)
      contoh, untuk solar panel 250 Wp umumnya yg ada di pasaran punya karakteristik
      Voc = 37,.. (+-1) Volt
      Vmp = 31,.. (+-1) Volt
      Isc= 8,.. (+-0,5) Amp
      Imp = 8,.. (+-0,5) Amp

      Solar panel arus DC, untuk dipakai di 220 V AC harus menggunakan inverter terlebih dahulu dan dayanya (watt) akan tetap sama (sebelum dikurangi losses tentunya). effisiensi inverter umumnya > 90% tergantung kapasitas dan merk inverter (ada yg di atas 98%).

      semoga membantu menjawab

  4. Assalamualaikum.
    Saya boleh minta emailnya untuk tanya2, kebetulan kantor saya sedang ada rencana untuk memasang solar panel. terima kasih

Leave a comment